- Mengidentifikasi item pekerjaan yang sudah berjalan di lapangan misalkan pekerjaan kolom, pekerjaan balok, dan pekerjaan pelat.
- Membreakdown atau menguraikan lagi dalam pekerjaan itu terdapat sub item pekerjaan apa saja. Misalkan pekerjaan kolom terdapat sub pekerjaan bekisting, beton, dan pembesian.
- Menghitung volume sub pekerjaan misalkan pekerjaan bekisting yang sudah terpasang pada volume sebesar 100 m2, beton yang sudah dikerjakan 2 m3 dan sebagainya.
- Hasil volume yang sudah dikerjakan tersebut kemudian dibagi dengan volume pekerjaan total dikali 100%.
- Volume yang sudah dihitung dikalikan dengan harga upah per satuan sesuai dengan kesepakatan
- Lakukan hal yang sama dengan sub-sub pekerjaan lain.
"SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADIKU" ( Jangan Lupa Buka Arsip Blog Banyak Ilmu yang Didapat )
Rabu, 24 Februari 2016
BAGAIMANA CARA MENGHITUNG PROGRES PROYEK DENGAN MUDAH
Sabtu, 20 Februari 2016
PANDUAN UNTUK ESTIMATOR DALAM MENGHITUNG RENCANA ANGGARAN BIAYA PROYEK
RANGKA BETON BERTULANG, TEKNIK SIPIL
Penggunaan beton bertulang dalam konstruksi gedung sudah umum dilakukan. Beberapa keuntungan menggunakan beton bertulang antara lain: kekuatannya menahan beban yang sangat tinggi, mudah dibentuk sesuai kebutuhan, keawetannya, dan ketahanan terhadap api yang lebih baik dari struktur baja (karena adanya selimut beton yang melindungi tulangan baja di dalamnya). Salah satu kekurangannya adalah bervariasinya kuat tekan beton yang sangat dipengaruhi oleh jenis, kualitas, dan komposisi material pembentuknya (aggregat, semen dan air), serta cara pengerjaannya. Oleh sebab itu, kontrol kualitas beton biasanya cukup ketat baik dalam proses pengadukannya, pengecorannya serta perawatan setelah dicor. Biasanya dalam spesifikasi teknis suatu bangunan yang akan dilaksanakan, dipersyaratkan perlunya pengujian mutu beton agar kuat tekan beton sesuai dengan yang direncanakan.
Lokasi pembuatan beton dapat dilakukan pada site proyek, atau dapat juga dengan memesan beton yang sudah jadi (ready mix). Proses pembentukan struktur beton bertulang dapat dilakukan di tempat, atau dapat juga menggunakan beton precast (memesan sudah jadi sesuai dimensi yang ditentukan). Ditinjau dari sistem penulangannya, dikenal beton bertulang biasa dan beton prategang (prestressed).
Gambar Penulangan balok dan kolom eksternal
Beberapa Macam Bentuk Atap Bangunan
ARTI DARI TEGANGAN , REGANGAN, MODILUS ELASTISITAS DAN HUKUM HOOK, TEKNIK SIPIL
ARTI DARI TEGANGAN , REGANGAN, MODULUS ELASTISITAS DAN HUKUM HOOK
Tegangan (stress) didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan oleh benda untuk kembali ke bentuk semula. Atau gaya F yang diberikan pada benda dibagi dengan luas penampang A tempat gaya tersebut bekerja.
Tegangan dirumuskan oleh:
Tegangan merupakan sebuah besaran skalar dan memiliki satuan N/m² atau Pascal (Pa). F adalah gaya (N), dan A adalah luas penampang (m2). Selain itu, Tegangan dapat dikelompokkan menjadi :
1. Tegangan normal
Tegangan normal yaitu intensitas gaya normal per unit luasan. Tegangan normal dibedakan
menjadi tegangan normal tekan atau kompresi dan tegangan normal tarik. Apabila gaya-gaya
dikenakan pada ujung-ujung batang sedemikian rupa sehingga batang dalam kondisi tertarik, maka
terjadi tegangan tarik pada batang, jika batang dalam kondisi tertekan maka terjadi tegangan
tekan.
2. Tegangan geser
Tegangan geser adalah gaya yang bekerja pada benda sejajar dengan penampang.
3. Tegangan volume
Tegangan volume adalah gaya yang bekerja pada suatu benda yang menyebabkan terjadinya
perubahan volume pada benda tersebut tetapi tidak menyebabkan bentuk benda berubah.
Regangan
Perubahan relatif dalam ukuran atau bentuk suatu benda karena pemakaian tegangan disebut regangan (strain). Regangan adalah suatu besaran yang tidak memiliki dimensi karena rumusnya yaitu meter per meter. Definisi regangan berdasarkan rumusnya adalah perubahan panjang ΔL
dibagi dengan panjang awal benda L . Secara matematis dapat ditulis:
Bahan-bahan logam biasanya diklasifikasikan sebagai bahan liat (ductile) atau bahan rapuh (brittle). Bahan liat mempunyai gaya regangan (tensile strain) relatif besar sampai dengan titik kerusakan seperti baja atau aluminium. Sedangkan bahan rapuh mempunyai gaya regangan yang relatif
kecil sampai dengan titik yang sama. Batas regangan 0,05 sering dipakai untuk garis pemisah diantara kedua kelas bahan ini. Besi cor dan beton merupakan contoh bahan rapuh.
Modulus Elastisitas
Modulus elatisitas suatu benda dapat dihitung melalui pemberian beban sebagai tegangan yang diberikan pada benda tersebut dan mengamati penunjukan oleh garis rambut sebagai regangannya. Besar pelenturan (f) ditentukan melalui persamaan matematis sebagai berikut:
Keterangan:
E = Modulus elastisitas
B = berat beban (dyne)
L = Panjang batang antara dua tumpuan (cm)
f = pelenturan (cm)
b = lebar batang (cm)
h = tebal batang (cm)
Hukum Hooke
Hubungan antara tegangan dan regangan erat kaitannya dalam teori elastisistas. Apabila hubungan antara tegangan dan regangan dilukiskan dalam bentuk grafik, dapat diketahui bahwa diagram tegangan-regangan berbeda-beda bentuknya menurut jenis bahannnya. Hal ini membuktikan
bahwa keelastisitasan benda dipengaruhi bahan dari bendanya. Dapat kita
ambil contoh grafik keelastisitasan suatu logam kenyal.
Pada bagian awal kurva, tegangan dan regangan bersifat proporsional sampai titik a tercapai. Hubungan proporsional antara tegangan dan regangan dalam daerah ini sesuai dengan Hukum Hooke.
Dikutip dari buku Fisika untuk SMA Kelas XI (Marthen Kanginan : 2004), hukum Hooke dinamakan sesuai dengan nama pencetusnya yaitu Robert Hooke, seorang arsitek yang ditugaskan untuk membangun kembali gedung-gedung di London yang mengalami kebakaran pada tahun 1666.
Beliau menyatakan bahwa:
“Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastisitas pegas, maka
pertambahan panjang pegas berbanding lurus (sebanding) dengan gaya
tariknya.”
Pernyataan tersebut di atas dikenal dengan nama hukum Hooke, dan dapat ditulis melalui persamaan:
.F=kAx
Selasa, 26 Januari 2016
SPIRIT BUMDes
Penulis : Aris Ahmad Risadi
Tanggal
: 15/09/2014 13:10:06
Desa memiliki hak membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes atau BUM Desa). Sesunguhnya sinyal itu mulai muncul pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Namun, BUM Desa mulai menjamur setelah secara eksplisit tertera dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dukungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten cukup besar. Kementerian/Lembaga juga sudah mulai meresponnya dengan melibatkan BUM Desa dalam program/kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat desa. Kendati demikian upaya Pemerintah Daerah dan Pemerintah ini dinilai belum optimal. Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diharapkan dapat menjadi sumber spirit baru BUM Desa.
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUM Desa yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
BUM Desa dirancang dengan mengedepankan peran Pemerintah Desa dan masyarakatnya secara lebih proporsional. Bila bercermin kepada peran Pemerintah Desa dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat selama ini, maka melalui model BUM Desa ini diharapkan terjadi revitalisasi peran Pemerintah Desa dalam pengembangan ekonomi lokal/pemberdayaan masyarakat.
Secara teknis BUM Desa yang ada sekarang masih mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka kedepan Desa mendapat peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam hal ini BUM Desa dapat menjadi instrumen dan dioptimalkan perannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang legal yang berada ditingkat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan desa.
Saat ini BUM Desa diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesusai dengan kebutuhan dan potensi desa. Adapun jenis-jenis usaha tersebut meliputi: 1) jasa 2) penyaluran sembilan bahan pokok, 3) perdagangan hasil pertanian; dan/atau 4) industri kecil dan rumah tangga.
Contoh dari usaha jasa adalah jasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa konstruksi, dan jasa energi. Usaha penyaluran sembilan bahan pokok, antara lain beras, gula, garam, minyak goreng, kacang kedelai, dan bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. Usaha perdagangan hasil pertanian meliputi jagung, buah-buahan, dan sayuran. Terakhir usaha industri kecil dan rumah tangga, seperti makanan, minuman, kerajinan rakyat, bahan bakar alternatif, dan bahan bangunan.
Jenis usaha yang banyak diusahakan oleh BUM Desa yang sudah ada sekarang baru jenis usaha jasa, itupun baru sebatas jasa keuangan mikro. Dari ketentuan yang ada, BUM Desa dapat mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Sebagai rintisan, unit usaha keuangan mikro sangat potensial dijadikan cikal bakal pembentukan BUM Desa. Strategi inilah yang tampaknya dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Dalam hal ini, keberadaan UED-SP (Usaha Ekonomi Desa–Simpan Pinjam) yang sehat menjadi syarat pembentukan BUM Desa di Kabupaten Rokan Hulu.
Di Pusat salah satunya Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang memiliki komitmen untuk mengembangkan lembaga perekonomian desa, termasuk BUM Desa. Sejak tahun 2009 KPDT telah memberikan kepercayaan kepada BUM Desa untuk mengelola Moda Transportasi yang diadakan melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT). Hal ini ditegaskan dalam Petunjuk Teknis DAK SPDT yang dikeluarkan oleh KPDT.
Salah satu target yang ingin dicapai dari keberadaan sarana dan prasarana perdesaan yang didanai oleh DAK SPDT adalah meningkatnya pergerakan barang/penumpang dari pusat-pusat produksi menuju pusat-pusat pemasaran, dan meningkatnya akses masyarakat di perdesaan daerah tertinggal terhadap pelayanan publik.
Inisiatif KPDT untuk memberikan kepercayaan kepada BUM Desa dalam pengelolaan Moda Transportasi bantuan DAK SPDT tampaknya tidak serta merta disambut oleh Pemerintah Kabupaten Tertinggal. Salah satu kendalanya karena sebagian besar dari kabupaten tertinggal tersebut belum memiliki BUM Desa.
Beberapa kabupaten tertinggal yang memberanikan diri memberikan mandat kepada BUM Desa ternyata juga belum mendapatkan hasil yang menggembirakan. Faktor kesiapan BUM Desa dalam mengelola usaha masih menjadi kendala.
Kondisi ini menjadi pertanda bahwa masih dibutuhkan upaya panjang untuk menjadikan BUM Desa sebagai pelaksana pembangunan perekomian perdesaan. Dibutuhkan sinergi dan dukungan yang sepadan dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Ada 4 (empat) agenda pokok yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peran BUM Desa, yaitu :
Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan. Tahapan ini meliputi: perumusan regulasi/pengaturan, dan penataan organisasi. Pemerintah harus merivisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 dalam hal ini perlu menyesuaikan dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2014, serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014. Jika mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010, maka Daerah diharapkan untuk:
Menyusun Peraturan Daerah tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUM Desa yang minimal memuat tentang: bentuk organisasi, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan, bagi hasil, keuntungan dan kepailitan, kerja sama dengan pihak ketiga, mekanisme pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan masyarakat;
Mengoptimalkan peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa) dalam pembinaan terhadap BUM Desa;
Penguatan kapasitas (capacity building). Mencakup pemberdayaan, pelatihan, dan fasilitasi secara berjenjang. Pemerintah melakukannya kepada Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah melakukannya kepada Pemerintah Desa dan BUM Desa;
Penguatan Pasar. Setelah BUM Desa berdiri diharapkan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, perluasan pasar, dan mendapatkan fasilitasi akses terhadap berbagai sumber daya;
Keberlanjutan. Mencakup pengorganisasian, forum advokasi, dan promosi sehingga mendapatkan wujud BUM Desa yang ideal serta semakin mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan terutama masyarakat dan dunia usaha.
Masalah terbesar yang dihadapi Pemerintah Desa dalam mendukung kehadiran dan mengoptimalkan peran BUM Desa adalah cengkraman Kementerian/Lembaga yang sudah kecanduaan mengelola kegiatan yang langsung ke tingkat desa.
Kehadiran Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diharapkan mampu memaksa seluruh pihak terkait untuk konsisten memberikan peran yang lebih besar kepada Pemerintah Desa didalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Termasuk dalam memberikan peran yang maksimal kepada BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan.
Kesemrawutan kelembagaan ekonomi masyarakat desa yang muncul akibat ego sektoral dan tidak berdayanya Pemerintah Desa dalam memutus mata rantai ini diharapkan dapat terjawab dengan hadirnya BUM Desa dan paradigma baru pengelolan desa sesuai spirit UU Desa.
Tulisan diadaptasi dari Makalah yang disampaikan untuk acara “Kongres Gerakan Desa 2014” di Hotel Grand Cempaka - Jakarta, 5-6 September 2014.
Penulis adalah Ketua Perkumpulan Studi dan Pembangunan Indonesia (PSPI), anggota Relawan Desa.
Senin, 27 Januari 2014
10 Cara Mengatasi Stress Berat
by Life Mental Health on Flickr.com via Creative Commons |
Kamis, 03 Oktober 2013
Cara Menghadapi Interview Untuk Engineer.....
Interview With The Engineer
Bekerja di bidang konstruksi bisa dibilang unik, karena untuk bisa menempati posisi yang kita incar, perusahaan yang bersangkutan harus tau dulu sudah sejauh mana kita menguasai bidang yang kita inginkan, yaitu teknik sipil.
Di sini saya mau share, apa saja yang sering ditanyakan sewaktu interview alias wawancara kerja untuk posisi Civil or Structure Engineer.
Sebenarnya tiap-tiap perusahaan punya metode dan standar tersendiri dalam melakukan seleksi atau rekruitmen karyawan baru. Ada yang harus melewati beberapa tahap, malah ada yang cukup 1 tahap saja. Yang jelas ada satu tahap yang mutlak dilakukan, yaitu wawancara alias interview.
Khusus untuk pekerjaan engineering design, interview yang dilakukan harus bersifat teknis. Calon engineer akan ditanyai berbagai macam pertanyaan seputar analisis dan desain struktur. Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan yang pernah saya alami sejak awal.
- Fresh Graduate. Sebagai fresh graduate, saya coba membidik sebuah
perusahaan konsultan perencana struktur yang men-spesialisasikan diri di
bidang perencanaan high rise building. Pertanyaan yang diajukan nggak
jauh dari materi kuliah :D misalnya, prosedur desain balok bertulang,
masalah pembebanan, kombinasi beban. Kemudian untuk struktur baja saya
ditanya sedikit mengenai metode LRFD. Alhamudlillah semua lancar.
Kecuali ada 2 pertanyaan yang terus terang saya ngga bisa jawab waktu
itu. Yang pertama tentang creep alias rangkak pada beton, dan yang kedua tentang desain kapasitas.
Belakangan saya baru sadar bahwa dua poin di atas memang menjadi poin penting dalam melakukan desain beton bertulang, khususnya untuk bangunan yang didesain untuk menahan beban gempa.
Interview ini bisa dibilang penting, karena setelah saya bekerja di sana, tidak sedikit yang mencoba masuk ke perusahaan itu tapi gagal di interview, bahkan yang sudah punya pengalaman sekalipun belum tentu bisa diterima. Jadi, perusahaan itu benar-benar melihat kualitas dan potensi. - Setelah kurang lebih 5 tahun, saya coba untuk cari tantangan baru. Interview berikutnya, di sebuah perusahaan konsultan lagi. Kali ini saya tidak diwawancara lama-lama. Saya langsung diberi pekerjaan yang harus diselesaikan di rumah, dalam waktu 3 hari – mendesain struktur sebuah bangunan warehouse, mulai dari kolom, rafter, purlin, sampai bracing. Saya cuma dibekali gambar arsitektur dan sedikit data pembebanan, selebihnya saya harus asumsi sendiri sesuai code yang berlaku. Interview di sini juga menentukan saya bakal diterima atau tidak. Alhamdulillah, tidak ada masalah. Tapi, pekerjaannya akhirnya tidak saya ambil karena alasan lain :D
- Tidak lama setelah itu, saya coba ke perusahaan developer yang cukup besar di Jakarta. Ngga ada interview khusus, saya cuma ditanyai proyek apa saja yang pernah dikerjakan, dan apa tugas saya di proyek tersebut. Di sini, interview yang dilakukan tidak begitu berpengaruh. Yang ngaruh adalah background saya (teknik sipil), pengalaman saya (di atas 3 tahun, entah sebagai konsultan, kontraktor atau apapun mereka ngga peduli), dan negosiasi gaji. Sayangnya, ngga ada kesepakatan di poin ketiga :D
- Interview berikutnya di sebuah perusahaan EPC asing. Saya diinterview oleh orang India, dan waktu itu saya belum tau karakter orang India (hehehe..), jadi saya mencoba menjawab pertanyaannya dengan jurus “sok-tahu” dan jurus “kira-kira”. Pertanyaannya bersifat teknis, misalnya waktu ditanya tentang desain slab beton bertulang, saya ditanya berapa rasio tonase pembesiannya (berapa kg per m3 beton). Asli… saya waktu itu ngga tau, dan memberikan jawaban yang yaaa kira-kira segitulah. Alhasil, setelah interview tersebut saya nggak menerima kabar lagi. :D :D :D
- Berikutnya, sebuah perusahaan EPC (Engineering Procurement Construction), untuk proyek pabrik semen (Cement Plant). Saya masih buta dengan proyek industri skala besar waktu itu. Interview yang dilakukan juga hanya sekedar nanya sudah pernah mengerjakan (mendesain) bangunan apa. Walaupun saya ngga punya pengalaman di bidang EPC, saya diterima, dan pekerjaan itu saya ambil. Jadi, di sini interviewnya ngga begitu ngaruh. Yang ngaruh adalah experience saya dianggap sudah cukup kenal banyak dengan dunia desain, dan salary yang ditawarkan juga ngga ada masalah. Akhirnya saya pindah, memulai tantangan baru.
- 6 bulan berselang, saya loncat lagi, ke perusahaan EPC lain. Kali ini tidak ada interview khusus tentang engineering. Experience saya di perusahaan sebelumnya sudah dianggap cukup. Dan saya langsung masuk ke tahap negosiasi salary. Walopun agak berat, tapi waktu itu terpaksa saya terima dengan alasan tertentu.
- Di sini saya habiskan sekitar 1.5 tahun sebelum mencoba pindah lagi. Interview yang pertama, dari sebuah perusahaan perkebunan asing, Filipina. Interviewnya langsung dengan project manager. Tidak ada yang menantang terutama dari segi teknis, karena yang dibutuhkan memang bukan design engineer. Interview di sini cukup penting, karena dari interview inilah mereka tau kalo experience dan skill saya nggak cocok dengan posisi yang mereka tawarkan. Dengan kata lain, saya ditolak :D.
- Nggak lama setelah itu, saya ikut lagi interview dengan sebuah perusahaan EPC (bisa dibilang masuk 5 besar di Indonesia). Ada 2 interview, salah satunya membahas masalah teknis. Saya ditanya tentang proyek apa saja yang pernah dikerjakan, dan diminta sedikit bercerita tentang proyek tersebut. Secara teknis, ngga ada masalah, tapi mereka agak ragu dengan “jam terbang” saya. Dari 7 tahun pengalaman, 5 tahun pertama saya habiskan di sektor building, dan hanya 2 tahun di sektor EPC (plant, oil & gas, atau mining). 5 tahun pertama saya nggak dianggap.. hiks :D Walopun demikian, hasil interview ternyata cukup berpengaruh, karena dari situ mereka berani memberi penawaran yang cukup tinggi. Tapi… posisi itu nggak saya ambil :) Soalnya ada yang harus saya korbankan, dan itu susah. :D
- Interview berikutnya, ini adalah satu-satunya interview jarak jauh yang pernah saya alami. Sebuah perusahaan asing, mempunyai basis di salah satu daerah di Sumatera. Interview-nya dilakukan dengan cara teleconference, saya berbicara di depan banyak orang melalui telepon. Kalo ngga salah ada 3 orang waktu itu. Salah satunya adalah dari pihak project management. Isi interviewnya menurut saya ngga penting… :D Sama dengan interview kebanyakan, saya hanya ditanya pernah mengerjakan proyek apa, kemudian sempat ditanya sudah pernah mengerjakan ini, itu, bla..bla..bla.. Kalo belum ,saya jawab belum. Kalo pernah, saya jawab sudah. :D Dan memang interview itu belum menentukan hasil, soalnya setelah itu saya dipanggil untuk interview berikutnya langsung di lokasi (site). Wah… saya langsung angkat tangan dan mundur dengan teratur. :D
- Berikutnya, interview dengan salah satu perusahaan EPC lagi. Kali ini interviewnya berkualitas, karena saya langsung dikasih kasus sederhana, kalo nggak salah ada 2 soal yang harus saya selesaikan dalam waktu 30 menit. Yang pertama desain pipe-rack, yang kedua konsep perhitungan daya dukung tiang pancang. Saya semangat kalo yang kayak gini. Alhamdulillah, lancar. Berikutnya interview dengan HRD, membahas hal-hal non teknis, ngga penting kok. :D Dan… pekerjaan inilah yang saya jalani berikutnya. :)
- Hampir 2 tahun berselang, saya coba-coba lagi. Ada sebuah interview
lagi, dari sebuah perusahaan besar… milik negara orang lain. :D
Lagi-lagi interviewnya teknikal banget. Sangat dalam, dan sangat
menentukan. Pertama-tama, saya disuruh mengurutkan (dari 1-5), mulai
dari bidang teknik sipil yang paling saya kuasai. Akhirnya saya membuat
list mulai dari Steel Structure di urutan pertama, Concrete Structure
kedua, Foundation Design, Geotechnical, dan terakhir… Marine &
Offshore yang paling tidak saya kuasai. Si interviewer fokus pada 3
teratas, dan saya dicecar berbagai macam pertanyaan yang termasuk
kategori cukup susah. Misalnya, konsep dinamik analisis, kemudian
pondasi untuk vibrating equipment, blast analysis. Sempat ditanyain juga
tentang soil improvement.
Intinya, dari semua interview yang pernah saya alami, inilah interview yang paling berkualitas… :D Lebih susah dari sidang skripsi/tugas akhir. Walopun hampir semuanya bisa saya jawab, tapi begitu digali lebih dalam, saya terpaksa mengibarkan bendera putih. Nah… bagaimana hasilnya? Tunggu aja ya… soalnya kejadiannya baru saja saya alami beberapa minggu lalu. :D :D :D
Nah, dari paparan di atas, ada satu poin penting yang saya rasakan sangat berpengaruh.
Untuk wawancara yang sifatnya umum, misalnya dengan HRD, jujur itu perlu, lebay juga boleh, bohong dikit juga ga apa-apa, misalnya mau menutupi kekurangan. :D Kecuali kalo posisi yang diincar adalah level manajer, maka attitude anda menjadi sangat penting.
Untuk posisi engineer, jika anda mengikuti wawancara/interview yang bersifat teknis, maka HARAM hukumnya untuk berbohong dan sok tau, karena orang yang meng-interview anda jauh lebih tau daripada anda. Kalo ngga tau, jawab saja ngga tau. Kalo belum pernah, jawab saja belum pernah. Ngga perlu defensif, ngga perlu cari pembenaran. Karena yang kita hadapi adalah manusia setengah mesin, the engineer :D Dia bisa tau kapan kita benar-benar menguasai apa yang kita paparkan, dia juga bisa tau kapan kita ngeyel. :D :D :D Dan dia bisa mengukur sampai di mana kemampuan kita sebenarnya.
Jadi…. yang bersiap-siap menghadapi Interview With The Engineer, ngga ada salahnya buka-buka lagi dokumen, buku, atau segala macam referensi teknis yang berkaitan dengan proyek-proyek yang sudah pernah anda lakukan.